Sunan Muria, Sejarah Singkat dan Peninggalannya
Natasangin.com - Jika
sedang berkunjung ke Kota Kudus, kurang afdol rasanya jika tidak berkunjung ke
tempat ini. Salah satu tempat bersejarah yang mengandung nilai-nilai agama di
dalamnya. Tak hanya itu, para pengunjung juga disuguhi pemandangan indah yang
mengelilingi tempat tersebut,
yakni Makam Sunan Muria.
Sunan Muria
merupakan pendakwah atau ulama termuda diantara Walisongo. Sunan Muria
merupakan anak dari Sunan Kalijaga, sama seperti ayahnya, Sunan Muria
melanjutkan dakwahnya melalui seni dan budaya.
Untuk keilmuan
Sunan Muria langsung dari ayahnya, selanjutnya Ketika dewasa mulai berguru ke Ki
Ageng Ngerang bersama Sunan Kudus dan Adipati Pathak. Sunan Muria atau Raden Umar
Said Ketika dewasa akhirnya melanjutkan dakwah dan memilih di daerah terpencil,
Gunung Muria.
Padahal Sunan
Muria juga merupakan sosok berpengaruh dalam Kesultanan Demak. Dalam berdakwah,
Sunan Muria tidak hanya mengajarkan ilmu agama saja, melainkan juga bertani
hingga berdagang.
Bagi yang belum
tahu Gunung Muria, letaknya berada di Pantai Utara Jawa Tengah, terletak di
wilayah Kbaupaten Kudus, Jepara dan Pati, untuk Makam Sunan Kudus masuk dalam
wilayah Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus.
Dalam dakwahnya,
Sunan Muria memanfaatkan seni dan budaya, bahkan Sunan Muria melakukan pengembangan
penulisan tembang cilik (Sekar alit) jenis Sinom dan Kinanthi. Tembang itupun
sampai saat ini maish lestari di masyarakat Jawa.
Ketika kita
membawa buku Atlas Walisongo (2013) karangan Agus Sunyoto, Sunan Muria sering
melakukan pertunjukan wayang besutan ayahnya, seperti Jamus Kalimasadha, Dewa
Ruci, Dewa Srani, Semar Ambarang, Begawan Ciptaning dan lainnya.
Karena dakwahnya
itulah, akhirnya Sunan Muria dikenal sebagai sosok penting di Gunung Muria, tidak
hanya di Kudus, melainkan juga menyebar ke Jepara, Tayu hingga Juwana Pati.
Peninggalan Sunan
Muria
1.
Masjid
Masjid yang
dibangun Sunan Muria sudah banyak mengalami perubahan, namun ada beberapa titik
atau bagian yang memang masih dipertahankan. Sebelum membangun masjid (yang ada
saat ini), Sunan Muria sebelumnya juga membangun masjid di Desa Kajar dan
sampai saat ini masih ada petilasannya, Pesiget.
Namun di lokasi
itu, Sunan Muria kurang nyaman dalam proses penyebaran Agama Islam. Akhirnya
mencari tempat yang lebih menenangkan di Bukit Pethoko. Ternyata di lokasi itu
banyak suara gonggongan anjing yang akhirnya membuat bising. Lalu berpindahlah
di masjid yang ada saat ini.
2.
Mihrab
Masjid
Mihrab Masjid Sunan
Muria merupakan salah satu yang dipertahankan bentuk keasliannya, mihrab atau
pengimaman masjid ini memiliki Panjang sekitar 245 cm, lebar 190 cm dan tinggi
210 cm.
Mihranpun dibangun
dengan rapi, tentunya tanpa kandungan semen seperti saat ini. Namun tampak
melekat dengan kokoh. Terdapat ukiran cantik dibagian luarnya. Bagian kanan dan
kiri mihrab terdapat hiasan piringan keramik kuno.
Jika dihitung,
jumlah kermaik yang ada di mihrab mencapai sekitar 30 buah, ada sepeluh buah
berwarna hijau dan 20 buah memiliki warna kuning.
Sementara untuk
mihrab bagian atas, ada sebuah keramik dengan tulisan arab. Menurut Habib
Luthfi Bin Yahya, tulisan arab itulah yang menjadi wiridan Sunan Muria.
Untuk media tulisan
yang berada di atas mihrab sudah pernah diganti beberapa kali. Sebelumnya media
kertas dengan ditutupi kaca, lalu hanya kaca yang ditulisi tulisan arab dan
terakhir menggunakan keramik. Namun tulisannya arabnya, dari bentuk dan
hurufnya masih sama.
3.
Pelana
Kuda
Sunan Muria juga
meninggalkan Pelana Kuda yang terbuat dari kayu dan kulit binatang. Tentunya banyak
orang yang mempercayai bahwa pelana kuda itu memiliki daya magis.
Salah satunya dipercaya
melalui sarana Pelana Kuda itu, bisa mendatangkan hujan, sehingga saat kemarau
pelana kuda itu dimandikan ayau dikenal dengan ngguyang cekathak.
Sunan Muria
sendiri juga dikenal memiliki kuda semasa hidupnya,kuda inilah yang digunakan
untuk sarana berdakwah. Biasanya kuda Sunan Muria istirahat di daerah yang saat
ini dinamakan Bukit Puteran.
Karena lokasi itu
dulu banyak rerumputan, sehingga kudanya bisa ‘mengisi bensin’ Ketika hendak
atau pulang dari bepergian. Bukit Puteran jalan yang selalu di lalui Sunan Muria
untuk berdakwah, jadi jalan yang dilalui Sunan Muria bukanlah jalan yang saat
ini digunakan peziarah.
4.
Gentong
Air
Setelah berziarah, para pengunjung dapat
mengantri di sisi selatan pintu keluar Makam Sunan Muria untuk mendapatkan dan
merasakan segarnya air yang berasal dari gentong air peninggalan Sunan Muria.
Gentong air tersebut tidak terlalu besar
yaitu hanya berdiameter 1,5
meter. Namun air tersebut selalu diincar oleh para pengunjung karena dipercaya
memiliki banyak khasiat. Air yang berasal dari salah satu mata air di Gunung
Muria ini kerap digunakan oleh para peziarah untuk minum, cuci muka bahkan tak
sedikit pengunjung yang membawa airnya pulang.
Untuk air dalam gentong
dipercaya berasal dari air tempat Sunan Muria wudlu. Di Gentong air nantinya
ada petugasnya, peziarah bisa menyodorkan tempat minum yang sudah disiapkan
kepada petugas dan nantinya akan diisi dari air gentong.
5.
Umpak
Batu atau Penyangga Soko
Ada sepuluh Umpak
batu yang ada di Sunan Muria, Sembilan diantaranya masih utuh dqan satu buah sudah
pecah. Umpak batu ini disimpan di selatan Makam Sunan Muria.
Untuk ukuran Umpak
batu memiliki Panjang lingkaran 120 cm, tinggi 40 cm dan memiliki diameter 70
cm.
Cara Menuju Makam Sunan Muria
Sebelum masuk
kawanan wisata Colo, pengunjung akan ditarik biaya tiket sekitar Rp 2.500
perorang. Baik dari arah timur atau barat terdapat lokasi penairkan tiket, baik
bagi pengunjung yang memakai motor, mobil pribadi maupun bus.
Makam Sunan Muria
berada di salah stau puncak Gunung Muria, sekitar 1100 mdpl. Namun tidak
menyurutkan para pengunjung untuk mencapai puncak. Pengunjung yang akan
melakukan ziarah dapat mencapai makam melalui dua akses yang berbeda,
yaitu berjalan kaki melewati
sekitar 350 anak tangga atau menggunakan jasa ojek.
Pengunjung yang memilih berjalan kaki
untuk mencapai makam, dapat menempuh perjalanan selama 30-45 menit dengan
menaiki ratusan anak tangga. Kalian tidak perlu khawatir apabila mengunjungi
makam dalam keadaan hujan ataupun panas terik dengan berjalan kaki, karena
disepanjang jalan tersebut dikelilingi oleh warung, toko penjual oleh-oleh
dan souvenir khas Kudus.
Para peziarah yang memutuskan untuk berjalan kaki, dapat
beristirahat sejenak di sudut-sudut jalan setapak yang telah disediakan atau warung untuk minum.
Namun jika pengunjung merasa terlalu lelah untuk berjalan kaki, maka dapat
menggunakan jasa ojek untuk mencapai makam tersebut.
Harga ojekpun untuk satu kali jalan
sebesar Rp 15.000 dan ditempuh
dalam waktu sekitar 10 menit hingga sampai komplek makam.
Pengunjung yang berziarah tak hanya
berasal dari warga lokal saja, melainkan banyak rombongan peziarah yang berasal
dari luar kota. Dan bagi para pengunjung yang ingin pergi kesana, dapat
menggunakan angkutan umum maupun kendaraan pribadi.
Para pengunjung tidak perlu khawatir untuk
mencari tempat parkir, karena di sana tersedia banyak tempat parkir dengan
biaya sewa yang terjangkau.
Dan bagi para pengunjung yang akan
berziarah untuk pertama kalinya, disarankan tidak datang di akhir pekan. Karena
pada akhir pekan, tempat tersebut sangat ramai dikunjungi oleh para peziarah
dari dalam maupun luar kota.
Tak hanya itu, para peziarah dihimbau
untuk mengecek kelayakan armada sebelum pergi ke tempat tersebut, karena tempat
tersebut berada di dataran tinggi dan ramai kendaraan besar seperti bus yang
lalu lalang membawa rombongan peziarah.
Wisata
Belanja dan Kuliner
Selain berziarah dan merasakan segarnya
air gentong tersebut, para pengunjung dapat membeli aneka souvenir seperti
tasbih, gelang, gantungan kunci maupun oleh-oleh khas Kudus yang disediakan
oleh para penjual di dekat masjid Sunan Muria.
Banyak toko kecil
yang akan dilewati pengunjung, untuk peziarah yang memilih berjalan kaki akan
melewati ratusan toko yang menjual berbagai makanan dan souvenir. Sementara
untuk peziarah yang memakai jasa ojek atau motor, paling banyak akan menemui
toko yang menjual souvenir, sementara warung kuliner hanya sedikit.
ika pengunjung merasa lapar saat berada di
sekitar makam, maka para pengunjung dapat menikmati makanan-makanan khas Kudus, yakni pecel pakis yang
tersedia di beberapa toko sepanjang jalan setapak menuju makam.
Namun warung Pecel
Pakis yang terkenal adalah Pecel Pakis Mbok Yanah yang berada di Jl.
Pesanggrahan No.193, Colo, Kec. Dawe, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah 59353.
Tepatnya di bawah Hotel Pesanggrahan Colo.
Posting Komentar untuk "Sunan Muria, Sejarah Singkat dan Peninggalannya"